Kaligrafi lahir dari kepiawaian tangan para seniman muslim sekaligus ulama dengan transisi masa yang cukup panjang semenjak Islam semakin dikenal luas oleh masyarakat berbagai bangsa melalui proses dakwah. Diantara mekanisme dakwah itu, para seniman muslim mengambil jalan seni sebagai metode untuk mengenalkan Islam melalui risalah tulisan keindahan kaligrafi. Pada mulanya kaligrafi hanya sebatas tulisan Arab primitif yang ditulis pada media sangat sederhana seperti pelepah kurma, batu ataupun kulit binatang dengan visual tulisan yang masih sangat simpel dan kaku bahkan tidak ada tanda baca sama sekali.
Perkembangan Islam hingga abad pertengahan membawa inspirasi lahirnya budaya tulis menulis huruf indah yang terus terasah, sehingga melahirkan karakter kaligrafi yang lebih berestetika baik secara visual anatomi huruf maupun susunannya yang terangkai dalam varian keindahan tulisan semisal khat Naskhi, khat Sulus, khat Kufi, khat Diwani, khat Farisi dan lainnya. Varian tulisan kaligrafi ini semakin banyak ditulis dalam berbagai media, seperti pada kertas untuk penulisan mushaf Al Quran dan manuskrip dengan bahan tinta hitam, kain kanvas untuk media lukisan kaligrafi, maupun dinding ruangan dengan bahan cat. Banyak sekali kita menjumpai ruangan masjid ataupun musola baik interior dan eksterior yang dilengkapi dengan sentuhan seni kaligrafi baik yang ditulis secara langsung menggunakan bahan cat maupun kaligrafi yang dikemas dengan teknik olahan seperti pahatan ukiran kayu dan marmer, cetak semen secara moulding, ketuk timbul pada plat logam maupun pemotongan laser dengan memanfaatkan teknologi komputer.
Dari berbagai varian dan teknik penciptaan kaligrafi itu, yang sekarang paling jamak dijumpai adalah teknik manual dinding yang dilukis menggunakan kuas berbahan cat. Baik pada dinding keliling ruang masjid, lisplang, mihrab pengimaman, plafon, ceruk dome kubah maupun pada selasar serambi luar masjid. Kaligrafi yang terpampang pada dinding masjid tersebut dikerjakan secara langsung pada media dinding menggunakan tangga berbahan kayu, bambu ataupun besi yang biasa kita sebut tangga scaffolding.
Scaffolding atau steger adalah suatu struktur sementara yang digunakan untuk menyangga manusia dan material dalam elevasi konstruksi atau perbaikan gedung dan bangunan-bangunan tinggi lainnya. Titik elevasi konstruksi ini harus diukur secara tegak lurus terhadap titik elevasi yang berada di bawahnya termasuk penyusunan scaffolding juga harus tegak lurus sehingga bisa lebih aman. Scaffolding disusun apabila pekerjaan minimal mencapai ketinggian dua meter dan tidak terjangkau dengan posisi berdiri biasa. Penggunaan scaffolding dimaksudkan untuk melindungi pekerja dan mengurangi kecelakaan kerja. Ketika OSHA merevisi standar scaffolding pada tahun 1996, Biro Tenaga Kerja dan Statistik (BLS) menunjukkan bahwa 25% pekerja yang terluka dalam kecelakaan kerja scaffolding belum menerima pelatihan scaffolding. Selain itu, 77% scaffolding tidak dilengkapi dengan pagar pembatas untuk menjaga keamanan pekerja. Biasanya scaffolding berbentuk suatu sistem modular dari pipa atau tabung logam, meskipun juga dapat menggunakan bahan-bahan lain. Di beberapa negara Asia seperti China dan Indonesia, bambu masih digunakan sebagai scaffolding.
JENIS JENIS SCAFFOLDING
Jenis-jenis scaffolding umumnya terbuat dari kayu, bambu, besi atapun baja yang disusun kokoh bertingkat mengikuti prosedur pemasangan yang telah berlaku.
1. Scaffolding Kayu
Scaffolding kayu telah banyak digunakan sejak lama. Meskipun belakangan terakhir ini penggunanya mulai berkurang dan beralih ke scaffolding besi atau baja, namun scaffolding kayu masih memiliki peminat.
Scaffolding kayu banyak digunakan untuk membantu pekerja dalam membangun rumah ataupun bangunann yang tidak terlalu tinggi.
2. Scaffolding Besi atau Baja
Seiring banyaknya pembangunan rumah dan gedung bertingkat tinggi, scaffolding atau steger yang terbuat dari besi atapun baja kian banyak peminatnya.
Jika dibandingkan dengan scaffolding yang terbuat dari kayu ataupun bamboo, scaffolding besi atau baja ini dirasa lebih kokoh dan aman untuk membantu pekerja bangunan mengerjakan pekerjaannya yang mencapai ketinggian tertentu.
Selain itu, material besi dan baja terkenal awet dan tidak mudah rusak ataupun lapuk dibandingkan dengan material kayu,sehingga usia pakai atau penggunaannya tidak hanya sekali.
Fungsi Scaffolding
- Sebagai tempat untuk bekerja yang aman bagi tukang / pekerja sehingga keselamatan kerja terjamin.
- Sebagai pelindung bagi pekerja yang lain, seperti pekerja di bawah harus terlindung dari jatuhnya bahan atau alat.
Scaffolding sendiri terbuat dari pipa – pipa besi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan untuk menopang beban yang ada di atasnya. Dalam pengerjaan suatu proyek, butuh atau tidaknya penggunaan scaffolding bisa tergantung kepada pemilik proyek. Karena adanya perbedaan antara biaya menggunakan bambu dan scaffolding. Scaffolding digunakan sebagai pengganti bambu dalam membangun suatu proyek. Keuntungan penggunaan scaffolding ini adalah penghematan biaya dan efisiensi waktu pemasangan scaffolding. Ada tiga type dasar:
- Supported scaffolds, yaitu platform yang disangga oleh tiang, yang dilengkapi dengan pendukung lain seperti sambungan-sambungan, kaki-kaki, kerangka-kerangka dan outriggers
- Suspended scaffolds, yaitu platform tergantung dengan tali atau lainnya
- Aerial Lifts, penopang untuk mengangkat seperti “Man Baskets” atau keranjang manusia
Jenis Scaffolding Scaffolding Andang.
Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5–3m. Apabila pekerjaan lebih tinggi maka tidak digunakan andang lagi.
Scaffolding andang kayu cara membuatnya cepat dan dapat dipindah pindahkan. Untuk tinggi scaffolding tetap tidak dapat disetel. Biasanya pada pekerjaan yang tingginya tidak lebih dari 3m, untuk pekerjaan lebih tinggi dari 3m menggunakan scaffolding tiang. Jenis scaffolding ini dapat dipindah-pindah dan sebagai pengikatnya memakai tali ijuk, karena tali ijuk ini tahan terhadap air, panas dsb. Pada scaffolding andang bambu ini sudah disetel terlebih dahulu, sehingga tinggi dan panjangnya tidak dapat distel kembali. Biasanya andang bambu dapat dipakai pada ketinggian pekerjaan tidak lebih dari 3 m, mengenai kaki andang bambu ada yang pakai 2 atau 3 pasang.
Sementara scaffolding besi sangat praktis dan efisien karena pemasangannya mudah dan dapat dipindah-pindahkan. Tinggi scaffolding besi dapat disetel untuk jarak kaki scaffolding yang satu dengan yang lain hingga 170 cm dan 190 cm dengan tebal papan 3 cm.
Scaffolding Tiang.
Scaffolding tiang digunakan apabila pekerjaan sudah mencapai diatas 3 m, jenis scaffolding ini bisa dibuat sampai 10 m lebih tergantung dari kebutuhan. Scaffolding tiang ada 3 macam:
- Scaffolding tiang dari bambu.
Pada umumnya scaffolding bambu banyak dipakai oleh pekerja di lapangan, baik pada bangunan bertingkat maupun tidak. Alasannya adalah:
Bambu mudah didapat, kuat, dan murah.
Pemasangan scaffolding bambu mudah dibongkar dan dapat dipasang kembali tanpa merusak bambu.
Bahan pengikatnya pakai tali ijuk.
- Sistem scaffolding bambu dengan konsol dari besi.
Sistem scaffolding bambu dengan konsol besi hanya ditahan oleh satu tiang bambu saja, berbeda dengan scaffolding yang ditahan oleh beberapa tiang.
Keuntungannya adalah sbb :
Tidak terlalu banyak bambu yang dibutuhkan,
- Cara pemasangannya lebih cepat daripada scaffolding bambu,
- Lebih praktis dan menghemat tempat.
- Pemasangan konsol dapat dipindah dari tingkat 1 ketingkat diatasnya,
- Untuk tiang bambu tidak perlu dipotong,
c. Scaffolding tiang besi atau pipa.
Pada scaffolding tiang dari besi atau pipa alat penyambungnya memakai kopling, untuk penyetelannya lebih cepat dibandingkan scaffolding tiang bambu.
3. Scaffolding Besi Beroda
Scaffolding besi beroda ini terbuat dari pipa galvanis. Jenis scaffolding besi beroda dapat dipasang di lapangan atau didalam ruangan. Fungsi rodanya adalah untuk memindahkan scaffolding. Pada scaffolding besi beroda sedikit lain dari scaffolding yang ada, karena disini bagian-bagian dari tiangnya sudah berbentuk kusen, sehingga penyetelan / pemasangannya lebih mudah dan praktis.
4. Scaffolding Besi tanpa Roda.
Jenis scaffolding terdiri dari komponen-komponen; Kaki pipa berulir, kusen bangunan, penguat vertikal, tiang sandaran, sambungan pasak, papan panggung, panggung datar, Papan pengaman, tiang sandaran, penutup sandaran, konsol penyambung, penopang, konsol keluar, tiang sandaran tangga, pinggiran tangga, anak tangga, sandaran tangga, dan sandaran dobel.
5. Scaffolding Menggantung
Pada scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan pemasangan eternit, pekerjaan finishing pengecatan eternit, plat beton, dst. Jadi scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan bagian atas saja dan pelaksanaannya scaffolding digantungkan pada bagian atas bangunan dengan memakai tali atau rantai besi.
6. Scaffolding Frame
Frame ini biasanya terbuat dari pipa atau tabung logam. Scaffolding ini dapat disusun sedemikian rupa menjadi satu kesatuan scaffolding yang tinggi untuk menopang pekerja dalam kegiatan konstruksi berlokasi tinggi.
7. Scaffolding Dolken
Merupakan scaffolding yang berbahan kayu dolken. Kayu bulat/ dolken Biasanya digunakan untuk tiang-tiang scaffolding dan ukuran yang biasanya digunakan adalah berdiameter 6 – 10 cm.
Scaffolding untuk Pembuatan Kaligrafi; antara Teknik dan Elevasi
Tangga scaffolding sangat banyak membantu dalam proses menyelesaikan kaligrafi yang bersifat handmade. Kaligrafi handmade atau model kaligrafi yang natural diciptakan langsung oleh tangan terampil manusia disajikan dalam ranah teknik terukur dan terstruktur menggunakan alat bantu, sebab media yang dibuat sangat beragam tingkat kerumitan dan daya jangkauannya. Ketika membuat kaligrafi yang dilukis pada media ceruk kubah tentu akan berbeda dengan membuat kaligrafi yang dilukis pada dinding ruangan tegak atau flat. Dome kubah biasanya berada pada ketinggian diatas 10 meter bahkan sampai 20 meter dari lantai bawah, mengingat banyak masjid yang berlantai 2 atau 3 dengan pertimbangan lebih banyak menampung jamaah ketika sholat berjamaah, meskipun realitasnya banyak masjid yang bertingkat tersebut kosong pada lantai atasnya, hanya terisi ketika shalat jumat atau sholat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha atau hanya digunakan untuk aktifitas taman pendidikan Al Qur’an anak-anak.
Ketinggian dome kubah yang berkisar antara 10 meter hingga 20 meter memerlukan tangga dengan tingkat keamanaan tinggi karena kelalaian sedikit saja dari sisi keamanan tangga ini bisa berakibat fatal.
Tangga scaffolding “mainframe” yang biasa kami pakai dalam membuat kaligrafi adalah yang berukuran tinggi 170 cm dengan panjang tatakan duduk (catwalk) sekitar 2 meter serta tangga scaffolding “ladderframe” yang tingginya 90 cm untuk pertambahan tinggi elevasi apabila dibutuhkan. Roda dari bahan karet juga dibutuhkan mengingat masjid yang dikerjakan kebanyakan sudah berlantai keramik atau granit sehingga penggunaan roda diperlukan agar lantai tidak tergores dan lebih ringan ketika tangga scaffolding digeser. Roda scaffolding ini biasanya tingginya mencapai 15 cm, jadi lumayan membantu juga apabila tingginya kurang sedikit. Kalaupun tidak ada roda, maka solusi alternatifnya agar lantai tidak tergores adalah dengan memakai alas dari kardus atau kertas semen yang diikat pada kaki bawah scaffolding, tetapi proses pemindahan scaffolding akan terasa lebih merepotkan jika dibandingkan memakai roda.
Ketinggian dome kubah yang terkadang mencapai 15 meter, alangkah baiknya menyusun tangga scafoldingnya dari bahan pipa besi sebagaimana tersebut diatas. Ketinggian tersebut membutuhkan setidaknya 8 tingkat mainframe scaffolding yang berukuran tinggi 170 cm. Scaffolding disusun paten tanpa memasang roda dibagian kaki mainframe paling bawah, ditambah lagi dengan beberapa batang bambu panjang yang diikat pada salah satu pipa pertengahan susunan scaffolding agar tidak goyang ketika dipakai memanjat atau bermanuver ketika sudah beraktifitas di puncak scafolding. Untuk penyusunan tatakan pijakan di titik puncak atas juga harus disusun yang rapat dan memutar berundak mengikuti konstruksi bentuk ceruk kubah. Biasanya tatakan pijakan diatas selain memakai catwalk dari bahan besi juga bisa ditambahi dengan rangkaian bambu yang diikat satu dengan lainnya. Diatas bambu yang terangkai bisa juga ditambahi papan kayu agar lebih nyaman ketika dipijak atau untuk duduk.
Pernah suatu ketika kami mengerjakan kaligrafi dome kubah di Morowali Sulawesi tengah tahun 2014, susunan scafoldingnya memakai bahan bambu yang ditebang dari hutan dikarenakan tidak ada persewaan scaffolding di daerah tersebut. Bambu yang ditebang masih dalam kondisi basah disusun melingkar seperti arah mata angin dengan tumpuan poros tengah dari pipa besi yang besar oleh tukang setempat yang diikat menggunakan tali akar pohon hutan dan tali tambang. Kondisi bambu yang masih basah sebetulnya kurang dianjurkan, karena ketika bambu sudah agak kering maka bentuk bulatannya akan sedikit menyusut sehingga bisa mengendorkan tali pengikat dan ini kurang aman, mengingat mengerjakan kaligrafi pada dome kubah yang berukuran garis tengah 14 meter tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat sehingga bambu akan mengering secara perlahan.
Kondisi ini berbeda dengan proses pengerjaan kaligrafi di masjid PT. SGM Yogyakarta tahun 2018, yang saat itu kami diminta mengerjakan kaligrafi dinding keliling dengan ketinggian sekitar 4 sampai 5 meter dari lantai. Scaffolding yang digunakan juga memiliki safety yang memadai mengingat segalanya teah disediakan oleh pihak masjid. Bahkan prosedur keamanannya dari ketentuan perusahaan termasuk agak berlebihan karena harus memakai helm, tali ikat tubuh dan sepatu bot, padahal itu di dalam masjid. Namun tentu saja itu mungkin hanya formalitas karena kenyataannya kami tetap melepas sepatu ketika mengerjakan di dalam masjid, hanya helm dan tali oengiat tubuh tetap kami pakai, untuk mengantisipasi kalau ada pihak security perusahaan yang mengontrol proses pekerjaan kami tersebut. Yang paling menarik juga adalah disediakannya pula tangga khusus dari besi yang dikaitkan dengan salah satu mainframe bagian tengah, sebab waktu itu kami menyusun 2 tumpukan scaffolding.
Proses pemasangan dan pelepasan scaffolding model besi ini juga tidak sembarangan. Yang dilakukan awal adalah mendirikan salah satu mainframe scaffolding kemudian dikaitkan dengan dua silangan besi (crossbrace) yang memiliki panjang masing-masing 220 cm, dimana pada sisi pipa mainframe tersebut telah disediakan engsel kunci untuk mengaitkan silangan. Dua silangan yang sudah terkait salah satu mainframr kemudian disandarkan pada lantai, baru kemudian dikaitkan lagi pada engsel mainframe lainnya. Setelah berdiri kokoh, dilanjut memasang besi tumpuan (catwalk) yang sudah ada cantolan pengaitnya, kemudian cantolan catwalk dikaitkan diatas dua belah pipa mainframe. Baru kemudian catwalk dinaiki orang untuk dapat menyusun diatasnya lagi begitu seterusnya sesuai kebutuhan dengan dibantu orang lain dari bawah.
Perlu diingat bahwa menyusun rangkaian tangga scaffolding dalam beberapa tumpukan diperlukan keahlian dan kebiasaan agar tidak salah perhitungan mengingat ini adalah tangga dari pipa besi yang memiliki beban cukup berat. Setiap kotak mainframe dengan kotak mainframe lainnya yang bertumpuk tersebut hanya disambung dengan pipa besi pendek atau join pin yang memiliki panjang sekitar 15 sampai 20 cm. Terkadang pula lubang mainframe yang ingin dimasukkan ke join pin penyambung tersebut, tertutup tanah atau semen yang sudah mengeras dari sisa pemakaian sebelumnya. Maka pastikan mulut lubang pipa mainframe atau ladderframe yang akan dimasuki join pin harus terbuka dan tidak penyok, karena kondisi penyok disalah satu mulut lubang pipa mainframe akan menyulitkan proses penyusunan scaffolding yang bertingkat.
Penggunaan tangga scaffoding dari pipa besi memiliki tingkat kenyamanan dan keamanan lebih jika dibandingkan menggunakan scafolding dari bahan bambu apalagi kayu. Untuk scafolding dari bahan kayu juga memiliki resiko tersendiri, sebab kayu rawan patah lepas dan proses patahnya bisa langsung putus seketika manakala tidak kuat menahan tumpuan. Hal ini akan sedikit berbeda dengan bambu yang tidak mudah patah lepas, mengingat bambu memiliki elastisitas dari bahan seratnya yang tidak mudah putus lepas, kalaupun tidak kuat menahan tumpuan, biasanya batang bambu yang dipijak itu akan memberi tanda beberapa saat berupa suara retakan dan ayunan sebelum benar-benar tidak kuat menahan beban.
Dari sini dapat dipahami, bahwa tangga scafolding apapun bahannya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tujuan utamanya adalah untuk menunjang pekerjaan kaligrafi secara handmade agar paripurna secara lebih baik dan mendapatkan hasil karya kaligrafi yang estetis dan apresiatif. Tingkat elevasi atau ketinggian lokasi suatu karya seni kaligrafi harus berkonjungsi dengan teknik penataan tangga scaffolding yang memadai, cermat, terampil dan aman. Oleh karena itu, diperlukan juga sumber daya manusia yang mumpuni dan sudah ahli dibidang kaligrafi karena disini tidak semata bisa menulis diatas kertas dengan menggunakan tinta hitam, akan tetapi juga faktor jam terbang dan mempelajari medan karya yang tidak mudah dijangkau.
Menulis di lokasi yang tinggi seperti dinding diatas 2 meter, di mihrab ataupun diatas dome kubah memiliki tingkat resiko yang tinggi, oleh karena itu ada beberapa tips yang perlu kami jelaskan sebagai berikut:
- Pelajari dasar penulisan kaligrafi dengan benar dan serius menggunakan berbagai instrumen alat dan bahan seperti dengan pulpen, bambu, kayu maupun kuas. Pada media kertas, kanvas dan dinding.
- Biasakan menulis kaligrafi dengan alat kuas dan bahan cat, karena teknik menulisnya berbeda dengan menulis menggunakan bambu atau pulpen khat. Menulis dengan kuas harus dimulai dari arah belakang atau kiri pelan-pelan digoreskan ke arah kanan, agar huruf yang masih basah tidak mengenai tangan kita. Sketsa dari kapur harus disusun rapi agar penulisan kuas tidak mengalami distorsi dan kesalahan, mengingat menulis di lokasi atas memerlukan tenaga dan konsentrasi tinggi sehingga hal tersebut jangan sampai terlalu terbuang percuma karen afaktor kesalahan mendesain tulisan baik dengan sketsa kapur dan menulisnya dengan kuas.
- Biasakan naik ketinggian dengan tetap tenang dan menjaga keseimbangan, agar ketika menulis tidak takut atau panik. Siapkan tenaga fisik yang prima dan jangan mengantuk. Jadi disini nyali atau keberanian juga diperlukan, mengingat banyak juga orang yang takut ketinggian.
- Gunakan alas kaki ketika memanjat tangga scaffolding, kalau di dalam masjid bisa memakai kaos kaki agar telapak kaki tidak nyeri atau tergores bagian pipa besi scaffolding yang tajam. Kalau diluar ruangan masjid bisa memakai sepatu.
- Untuk penulisan di lokasi kubah, pastikan tumpuan di puncak dalam posisi yang tepat. Artinya jangan terlalu jauh dengan media permukaan tapi juga jangan terlalu mepet, ukuran standarnya adalah lengan tangan itu bisa ditekuk naik turun dengan proporsional, sehingga ketika menulis pun tidak kesulitan.
- Untuk penulisan di lokasi kubah, biasakan gerakan mendongak dengan sesekali istirahat dengan memposisikan muka lurus ke depan untuk menghindari rasa pegal di leher dan jangan sampai pusing.
- Untuk penulisan di lokasi kubah, sediakan kipas angin yang cukup dan lampu. Karena lokasi di ceruk dome kubah biasanya sirkulasi udaranya sedikit lebih kecil dan lebih panas jika dibandingkan dengan menulis di ruangan bawah yang lebih terbuka. Kalau pengerjaan malam hari, lampu harus menjadi penerang yang cukup agar kondisi mata tidak cepat capek dan sayu.
- Sediakan tali panjang dan ember untuk mengangkut bahan dan alat pembuatan kaligrafi dari lantai bawah.
- Untuk pengerjaan motif ornamen dan kaligrafi di lokasi kubah, ukur terlebih dahulu jari-jari kubah dan desain keliling puncaknya menggunakan tali benang tukang sesuai keinginan dengan selalu hati-hati dalam setiap tumpuan.
- Kalau permukaan dinding atau dome kubah masih mentah atau belum didasari cat sama sekali, baiknya tunggu sampai kondisi acian semen kering agar pelapis dasarnya tidak retak dan gunakan lapisan dasar cat yang berkualitas agar karya kaligrafi menjadi lebih awet.
Artikel ditulis oleh Irfan Ali Nasrudin, S.H.I